Tingkat Pencemaran Udara di Desa Silo dan Pace, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember dengan Menggunakan Lichen Sebagai Bioindikator
Abstract
Polusi udara dapat menurunkan kualitas lingkungan yang berdampak pada masalah kesehatan. Sumber utama yang menyebabkan masalah tersebut adalah terganggunya gas atmosfer yang berasal dari kendaraan roda empat, kendaraan roda dua, dan gas buang industri. Salah satu upaya monitoring kualitas udara adalah dengan menggunakan lichen. Lichen seringkali dijadikan indikator kualitas udara, karena organisme ini mempunyai sifat akumulator dan sangat adaptif terhadap perubahan lingkungan. Penelitian ini dilaksanakan untuk menentukan tingkat pencemaran udara di Desa Silo dan Pace. Kecamatan Silo. Metode sampling yang digunakan adalah dengan mengambil sampel lichen menggunakan plot-plot yang diletakkan secara vertikal pada pohon di tiga stasiun berbeda pada waktu yang hampir bersamaan. Tiga stasiun tersebut berada di Desa Silo, Pace, dan perkebunan Pace. Data yang didapat berupa nama jenis, jumlah koloni dan luas penutupan lichen untuk menentukan nilai IAP (Index of Atmospheric Purify). Hasil dari perhitungan IAP menunjukkan bahwa tingkat pencemaran udara di Desa Silo lebih tinggi daripada di Desa Pace dan perkebunan Pace. Hal ini dikarenakan Desa Silo memiliki nilai IAP yang lebih rendah (10,58) dibandingkan dengan di dua stasiun lainnya (nilai IAP 30,84 dan 81,28). Tingginya pencemaran udara tersebut disebabkan oleh tingginya volume kendaraan bermotor yang melewati jalan di Desa Silo (2.530 smp/jam/lajur).
References
[2] Budiyono, A. 2001. Pencemaran Udara: Dampak Pencemaran Udara Pada lingkungan. Berita Dirgantara. 1 (2): 21-27.
[3] PERMENLH. 2010. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah. Jakarta: MENLH.
[4] Hardini, Y. 2010. Keanekaragaman Lumut kerak di Denpasar Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara. http://limnologi.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/476. [Diakses pada 29 Februari 2016].
[5] Roziaty, E. 2016. Kajian Lichen: Morfologi, Habitat, dan Bioindikator Kualitas Udara Ambien Akibat Polusi Kendaraan Bermotor. Bioeksperimen. 1 (2): 54-66.
[6] Das, P., S. Joshi, J. Rout, dan D. K. Upreti. 2013. Lichen diversity for environmental stress study: Application of index of atmospheric purity (IAP) and mapping around a paper mill in Barak Valley, Assam, northeast India. Tropical Ecology. 54 (3): 355-364.
[7] LeBlanc, S. C. F. dan Sloover, J. D. 1970. Relation between industrialization and the distribution and growth of epiphytic lichens and mosses in Montreal. Canadian Journal of Bot. 48: 1485-1496.
[8] Conti, M. E. dan Cechetti, G. 2001. Biological Monitoring: Lichen as Bioindicator of Air Pollutiont Assassement - a review. Environmental Pollution. 114 (2001): 471-492.
[9] Attanayaka, A. N. P. M. dan Wijeyaratne, S. C. 2013. Corticolous Lichen Diversity, A Potential Indicator For Monitoring Air Pollution In Tropics. Journal of the National Science Foundation of Sri Lanka. 41 (2): 131-140.
[10] Pryanka, A. 2014. Keanekaragaman Lumut Kerak Tiga Taman Kota di Jakarta Selatan Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara. Bogor: IPB Press.
[11] Laksono, A. 2016. Identifikasi Jenis Lichen Sebagai Bioindikator Kualitas Udara di Kampus Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung. http://repository.radenintan. ac.id/209/. [Diakses pada 7 Juni 2017].
[12] Roziaty, E. 2016. Kajian Lichen: Morfologi, Habitat, dan Bioindikator Kualitas Udara Ambien Akibat Polusi Kendaraan Bermotor. Bioeksperimen. 1 (2): 54-66.
[13] Patil, G. P. 2014. Composite sampling. Wiley StatsRef: Statistics Reference Online. 1 (1): 1-6.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License.