Prinsip Kepastian Hukum Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Aset Kripto di Indonesia Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022
Abstract
ABSTRAK
Pengakuan cryptocurrency (yang selanjutnya disebut Aset Kripto) sebagai komoditi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menimbulkan konsekuensi hukum berupa pengenaan Aset Kripto sebagai Barang Kena Pajak (BKP) yang dapat dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pengaturan PPN atas Aset Kripto terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. PMK tersebut mengatur mengenai objek, subjek, taatbestand, serta tarif dari PPN Transaksi Aset Kripto. Pengaturan mengenai pajak materiil PPN Aset Kripto dalam PMK tersebut tentu menimbulkan permasalahan, karena Pasal 23A Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan pengaturan pajak diatur dalam Undang-undang. Maka dari itu, penelitian ini berupaya untuk menganalisis prinsip kepastian hukum dalam pemungutan PPN terhadap Aset Kripto di Indonesia berdasarkan PMK No.68/PMK.03/2022 serta praktik pemungutan PPN Aset Kripto agar secara efektif dapat meningkatkan Penerimaan Negara Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan telaahan terhadap asas-asas pembentukan hukum perpajakan dan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dan Penulis akan mengurai hasil analisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa PMK 68/PMK.03/2022 tidak memenuhi prinsip kepastian hukum pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Selain itu, dalam meningkatkan penerimaan negara yang dilakukan melalui pemungutan PPN Aset Kripto, Kementerian Keuangan dapat melakukan upaya-upaya kerjasama dengan stakeholders lain dan melakukan optimalisasi arsitektur teknologi.
KATA KUNCI: Kepastian Hukum, Pajak Pertambahan Nilai, Aset Kripto, Arsitektur Teknologi
ABSTRACT
The recognition of cryptocurrency (hereinafter referred to Crypto Assets) as a commodity by the Commodity Futures Trading Supervisory Agency (Bappebti) creates legal consequences in the form of the taxation of Crypto Assets as a Taxable Item (BKP) that can be subject to Value Added Tax (VAT). The regulasi of VAT of Crypto Assets is regulated in the Regulation of the Minister of Finance Number 68/PMK.03/2022 on Value Added Tax and Income Tax on Crypto Asset Trading Transactions. The PMK regulates the object, subject, compliance, and rate of VAT on Crypto Assets. The arrangement regarding the material tax of PPN Crypto in the PMK certainly causes problems, because Article 23A of the 1945 Constitution pof the Republik of Indonesia explicitly states that the tax arrangement is governed by the law. Therefore, this research tries to analyze the principle of legal certainty in the collection of VAT on Crypto Assets in Indonesia based on PMK Number 68/PMK.03/2022. As wlell as the practice of collecting VAT on Crypto Assets do effectively increase Indonesia’s State Revenue. The method use in this research is normative jurisprudence by studying the principles of the formation of taxation law and legislation in the field of taxation. The data obtained is then analyzed qualitatively and the author will describe the results of the analysis descriptively. The results on this research show that PMK 68/PMK/03/2022 does not meet the principle of legal certainty in the information of legislation and regulations in the field of taxation. In addition, in increasing the state’s revenue through the collection of Crypto Asset VAT, The Ministry of Finance can make efforts to cooperate with other stakeholders and optimize architecture of technology.
KEYWORD: Legal Certainty, Valued Added Tax, Crypt Assets, Architecture of Technology