Pengaruh Fermentasi Oleh Effective Microorganis-4 (EM-4) Terhadap Kadar Kurkumin Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Abstract
Curcuma xanthorrhiza Roxb. merupakan tanaman asli Indonesia yang lebih dikenal sebagai temulawak. Rimpang temulawak merupakan salah satu bahan untuk pembuatan jamu ternak. Jamu ternak berfungsi untuk meningkatkan produktivitas ternak. Pembuatan jamu ternak relatif murah dan mudah, yaitu dengan mencampurkan rimpang temulawak yang telah dihaluskan dengan cairan EM4. Campuran tersebut difermentasi selama 7 hari pada wadah tertutup. Kandungan kimia utama dalam rimpang temulawak adalah kurkumin. Penelitian untuk mengetahui pengaruh fermentasi oleh EM4 (dengan variasi volume 10, 20 dan 30 ml) terhadap kadar kurkumin yang diperoleh dari ekstrak rimpang temulawak yang dianalisa dengan menggunakan metode KLT-Densitometri, menunjukkan semakin banyak EM4 yang ditambahkan, semakin besar kadar kurkumin yang diperoleh. Namun, pada penambahan EM4 sebanyak 10 dan 20 ml kadar kurkumin yang diperoleh lebih sedikit dibanding kontrol (tanpa penambahan EM4). Hal tersebut didukung dengan adanya dua spot baru selain spot pada larutan standar dengan intensitas yang besar. Sedangkan pada penambahan EM4 30 ml memiliki kadar kurkumin paling besar.
Kata Kunci: Fermentasi, Jamu ternak, KLT-Densitometri, Kurkumin, Rimpang temulawak.
References
Badan POM RI. 2011. Info Badan POM RI : Mari Minum Obat Bahan Alam dan Jamu dengan Baik dan Benar. Vol. 12 (3): 1829 – 9334.
Sarwono. 2005. Jamu untuk Ternak. Jakarta: Penebar Swadaya.
Harwono, R. 2013. Jamu Herbal untuk Ayam Kampung. Tanpa tahun.
Halim, Tan, Ismail, dan Mahmud. 2012. Standarization and Phytochemical Studies of Curcuma Xanthorrhiza Roxb. International Journal Of Pharmacy And Pharmaceutical Science, 4 (3): 606 – 610.
Hayani, E. 2006. Analisis Kandungan Kimia Rimpang Temulawak. Bogor : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Said, A., 2007. Buku Pengayaan Seri PKK: Khasiat dan Manfaat Temulawak. Yogyakarta: PT. Sinar Wadja Lestari.
Endrasari, R., Qanytah., dan Prayudi, B. 2008. Pengaruh Pengeringan terhadap Mutu Simplisia Temulawak di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Semarang: Balai Pengkajian Teknologi Jawa Tengah.
Wang, Y.J et al. 1996. Stability of Curcumin in Buffer Solutions and Characterization of Its Degradation Products. Journal of Pharmaeutical and Biomedical Analisys. 15 (12): 1867 – 1876.
Fitrianti, S.C. 2011. Diferensiasi Temulawak, Kunyit, dan Bangle Berdasarkan Interpretasi Kromatografi Lapis Tipis Menggunakan IMAGEJ. Skripsi. Bogor: Institute Pertanian Bogor.
Srijanto, B., I. Rosidah, E. Rismana, G. Syabirin, Aan dan Mahreni. 2004. Pengaruh Waktu, Suhu dan Perbandingan bahan Baku-Pelarut pada Ekstraksi Kurkumin dari Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dengan Pelarut Aseton. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia Dan Proses 2004. 1411-4216.
Braithwaite, A dan Smith, F.J. 1996. Chromatographics Methods. 5th ed. Netherlands: Kluwer Academic Publishers.
Monod, J. 1949. The Growth of Bacterial Cultures. Annual Reviews Microbial, 3, 371-394.