Tinjauan Yuridis Perlindungan Hukum Hak Asasi Manusia Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan
Abstract
Pengaturan atas hak asasi manusia telah dijamin dan dilindungi dalam UUD NRI 1945 serta UU HAM itu, maka dari itu seharusnya tidak perlu lagi dibuat pengaturan oleh undang-undang untuk memastikan adanya kemerdekaan atau kebebasan bagi setiap orang itu untuk berorganisasi dalam wilayah negara Republik Indonesia. Hanya saja, bagaimana cara kebebasan itu digunakan, apa saja syarat-syarat dan prosedur pembentukan, pembinaan, penyelenggaraan kegiatan, pengawasan, dan pembubaran organisasi itu tentu masih harus diatur lebih rinci, yaitu dengan undang-undang beserta peraturan pelaksanaannya. Karena alasan itulah, pemerintah memandang perlu untuk menyusun satu undang-undang berdasarkan ketentuan UUD 1945 sebelum reformasi, yaitu UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Akan tetapi, UU Ormas yang lama tersebut sudah tidak relevan lagi dengan dinamika masyakarat kini yang kemudian mendorong lahirnya UU Nomor 17 Tahun 2013 sebagai UU Ormas yang baru. UU Ormas yang baru diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengatur ruang lingkup dan definisi ormas secara jelas terkait dengan aspek legal administratif. Walaupun demikian, nyatanya UU Ormas yang baru masih meninggalkan beberapa masalah sehingga perlu ditinjau apakah UU Ormas yang baru tersebut telah sesuai dengan konstitusi serta dapat melindungi hak asasi manusia dari tindakan anarkis melalui sanksi yang tercantum dalam batang tubuh UU tersebut.
Kata Kunci: Hak Asasi Manusia, Perlindungan Hukum, Tindakan Anarkis
References
Bonat, C., ‘European Court of Human Rights’, the Federalist Society for Law and Public Studies.
Hadi Rahman, Tiga Masalah yang Terjadi bila RUU Ormas disahkan dalam http://www.radarbanjarmasin.co.id/berita/detail/4562 0/ruu-ormas-akan-melahirkan-permasalahan-baru.html sebagaimana diakses pada tanggal 30 November 2013 pukul 23.01 WIB.
Jimly Asshidique. 2005. Kemerdekaan Berserikat,
Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah konstitusi. Gramedia: Jakarta.
Jimly Asshiddiqie. Mengatur Kebebasan Berserikat dalam Undang-Undang dalam http://jimlyschool.com/read/analisis/274/mengatur-kebebasan-berserikat-dalam-undangundang/ sebagaimana diakses pada tanggal 09 September 2013 pukul 19.07 WIB
Manfred Nowak. 1997. UN Convenant on Civil and Political Rights CPPR Comentary, N.P. Engel Publisher: Strasbourg.
Maruarar Siahaan. Kebebasan Berserikat dan Berkumpul secara Damai Serta Implikasinya dalam Civis Vol. 3 No. 1 Jul 2011.
Maruarar Siahaan, Kebebasan Berserikat dan Berkumpul secara Damai serta Implikasinya dalam http://www.leimena.org/en/page/v/532/kebebasan-berserikat-dan-berkumpul-secara-damai-serta- implikasinya sebagaimana diakses pada tanggal 28 November 2013 pukul 21.09 WIB
Nowak, M. 2005, U.N. Covenant on Civil and Political Rights, CCPR Commentary,2nd revised edition, N.P. Engel, Publishers.
Peter Mahmud Marzuki. 2010. Penelitian Hukum, Kencana: Jakarta.Ridaya Laodengkowe. 2010. Mengatur Masyarakat Sipil, Piramedia: Depok.
Satya Arinanto. 2008. Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, Cetakan Ketiga: Jakarta.
Satriya Nugraha. UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Perlu Dipahami dalam satriya1998@gmail.com sebagaimana diakses pada tanggal 10 September 2013 pukul 11.56 WIB
The Siracusa Principles on The Limitation and Derogation Provisions dalam International Covenant on Civil and Political Rights, E/CN.4/1985/4