Kekuatan Hukum Perjanjian Harta Bawaan Yang Dilakukan Oleh Suami Istri
Abstract
Perjanjian perkawinan dapat diartikan sebagai persiapan memasuki bahtera rumah tangga. Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan. Namun saat ini, ada suami istri yang membuat perjanjian pernikahan di tengah-tengah pernikahan. Perjanjian perkawinan biasanya menjanjikan tentang harta benda dalam perkawinan. Perjanjian perkawinan juga mempengaruhi pihak ketiga yang mempunyai kepentingan. Rumusan masalah: 1) Apakah perjanjian perkawinan mengenai harta warisan yang dibuat oleh suami istri mempunyai kekuatan hukum yang sah dan mengikat kepada pihak ketiga, 2) Apakah notaris berwenang untuk mengesahkan perjanjian harta warisan yang disepakati oleh seseorang yang masih terikat? melalui pernikahan, dan 3) Bagaimana pengaturan selanjutnya? Terhadap kontrak warisan yang dibuat oleh suami istri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami keabsahan dan kekuatan hukum mengikat bagi pihak ketiga dalam suatu perjanjian perkawinan mengenai harta warisan yang dilakukan oleh suami istri, untuk mengetahui dan memahami kewenangan notaris dalam pengesahan suatu perjanjian harta warisan yang disepakati oleh seseorang yang masih terikat perkawinan, dan untuk memikirkan pengaturan-pengaturan yang akan datang bagi perjanjian pewarisan yang dibuat oleh suami istri. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan undangundang, pendekatan konseptual, pendekatan kasus, dan pendekatan komparatif. Berdasarkan hasil kajian terhadap bahan hukum yang ada, dapat disimpulkan bahwa: Pertama, perjanjian perkawinan mengenai harta bawaan yang dilakukan oleh suami istri mempunyai kekuatan hukum dan mengikat bagi pihak ketiga jika dicatat atau dicatat dalam daftar umum di Kepaniteraan Pengadilan Negeri di wilayah hukum. pernikahan itu terjadi. Kedua, Notaris berwenang untuk mengesahkan perjanjian pewarisan yang diperjanjikan oleh orang yang masih terikat perkawinan, sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015., dan Ketiga, pengaturan masa depan dari perjanjian pewarisan yang dilakukan oleh suami istri, memerlukan adanya kepastian hukum dalam membuat perkawinan terkait harta warisan yang dilakukan di tengah-tengah perkawinan.
References
Hasan, Djuhaendah. 1988. Hukum Keluarga: Setelah Berlakunya UU No.1/1974
(Menuju ke Hukum Keluarga Nasional). Bandung: Armico.
J. Satrio. 1993. Hukum Perkawinan, Cetakan ke-I. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Muhmud Marzuki, Peter. 2012. Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Yovita A. Mangesti, Wirjono, Bernard L. Tanya. 2014. Moralitas Hukum.
Yogyakarta: Genta Publishing.
Jurnal
Candra Hadi Kusuma, Kedudukan Hukum Perjanjian Perkawinan Yang Dibuat
Setelah Perkawinan Terhadap Pihak Ketiga (Pasca Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor. 69/PUUXIII/2015).
Haruri Sinar Dewi, Efektivitas Putusan MK Nomor 69/PUU-VIII-2015 Studi Kasus
Dari Putusan MK Nomor 69/PUU-VII/2015 Terhadap Pembuatan Akta
Perjanjian Kawin Bagi Pihak Ketiga, Justitia Jurnal Hukum, Vol. 2, No. 2,
Oktober 2018.
Prasetyawan, Fhauzi, “Peran Notaris Terkait Pengesahan Perjanjian Perkawinan
Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/Puu-Xiii/2015”, Justitia
Jurnal Hukum: Volume 2 No.1 April 2018.
Susanti G. Pakaya, Susi, “Perlindungan Hukum Terhadap Harta Bawaan Dengan
Akta Perjanjian Kawin”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion: Vol. 4, Tahun
2016.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Putusan MK No. 69/PUU-XII/2015