Dilematika Korupsi Sebagai Potret Pelanggaran Ham: Kasus Korupsi E-KTP 2011-2013
Abstract
Hak asasi manusia harus dilindungi dan dihormati oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang. Jika kita tidak bisa melindungi hak asasi manusia maka akan banyak terjadi pelanggaran hak asasi manusia terutama yang merugikan bagi warga masyarakat. Pelanggaran hak asasi manusia disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah dengan adanya kasus korupsi. Korupsi bisa melanggar hak asasi manusia seseorang atau masyarakat, karena korupsi pasti merugikan bagi seseorang atau sekelompok orang. Kekeliruan serta kelalaian implementasi, aplikasi, serta penegakan hukum tindak pidana korupsi pada pokoknya sedikit demi sedikit pula akan melanggengkan pembiasan dampak korupsi. Sama halnya dengan seseorang aktif dalam memperkaya dirinya sendiri melalui tindak pidana korupsi, begitu juga dengan tindakan pasif dalam meniadakan pertanggungjawaban negara atas penghormatan hak asasi manusia. Sebuah keprihatinan isu degradasi moral dalam birokrasi tingkat kepemerintahan (grand scale corruption) tercetak kembali pada sejarah mega korupsi di Indonesia, yang mana terdapat nama-nama para elite kekuasaan memenuhi deretan penerima aliran dana kasus korupsi E-KTP (2011-2013). Hal ini memantik permasalahan berjenjang makro-nasional dikarenakan hak para WNI dalam menerima pembaharuan versi penanda identitas kewarganegaraannya merupakan bagian esensial dari pemenuhan HAM. Demikianlah sensibilitas para pembentuk legislasi terhadap kewenangan pokoknya, berkaitan dengan nilai universal yang ditegakkan oleh PBB dalam Konvensi UNCAC, diperlukan sebagai salah satu di antara kunci untuk membentuk instrumen hukum anti-korupsi yang tersusun atas jalinan pertimbangan sistematis untuk membalas skema-skema praktik korupsi yang mengakar bagian demi bagian ke dalam struktural.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.