Sistem Noken dalam Pemilihan Kepala Daerah di Papua (Studi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 35/Php.Bup-XVI/2018)
Abstract
Di Indonesia sendiri ada 3 (tiga) jenis sistem pemilu yang perlu kita ketahui yaitu sistem pemilu distrik, sistem pemilu proporsional, dan sistem pemilu campuran. Di wilayah Papua khususnya di wilayah pedalaman atau perbatasan cenderung mengikuti pilihan ketua sukunya untuk menentukan pilihan. Dari 29 kabupaten/kota di Papua ada 13 daerah yang diberikan hak khusus (previlege) untuk menggunakan sistem pemilu tersendiri. Sistem khusus tersebut dinamakan sistem noken. Noken dalam bahasa Papua berarti tas atau kantong. Sistem noken tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Pemilihan Umum yaitu pada Pasal 1 yang menjelaskan bahwa pemilu adalah sarana untuk melaksanakan kedaulatan rakyat yang dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil atau biasanya kita menyebut (luber jurdil) berdasarkan UUD NRI 1945. Hal ini menjadi sebuah pro kontra diantara pengamat hukum Indonesia karena ada beberapa pendapat yang mendukung sistem noken dilihat dari perspektif adat dan menolak sistem noken dilihat dari perspektif asas demokrasi dalam pemilihan umum. Sistem noken dalam pemilihan kepala daerah di Papua menurut studi kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 35/ PHP.BUP-XVI/2018 secara hukum dianggap tidak sah sehingga perlu dilakukan pemilihan umum ulang. Tetapi Mahkamah Konstitusi menetapkan pemungutan suara dengan sistem noken masih dapat dibenarkan, namun hanya berlaku di tempat dan waktu tertentu yang selama ini belum pernah melaksanakan Pemilu dalam bentuk pencoblosan langsung oleh pemilih.
Kata Kunci: Noken, Pemilihan Kepala Daerah, Status Hukum.