Penerapan Kualifikasi Kerja Berpenampilan Menarik dalam Konteks Hak Asasi Manusia dan Keadilan Sosial
Abstract
Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan melalui pembukaan lapangan kerja. Beberapa posisi tertentu pada perusahaan juga mengharuskan perusahaan menempatkan kualifikasi tertentu pula, salah satunya adalah berpenampilan menarik. Akan tetapi, kualifikasi ini justru lebih condong pada kecantikan atau ketampanan fisik, sehingga para pelamar lain merasa didiskriminasi dan tidak ada keadilan di dalamnya. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, yaitu dengan memahami permasalahan untuk dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan maupun kajian hukum kepustkaan yang ada sebagai dasar hipotesis. Hasil temuan dari penelitian ini adalah bahwa penempatan kualifikasi berpenampilan menarik tanpa penjelasan definitif menumbuhkan anggapan masyarakat bahwa penampilan menarik yang dimaksud adalah soal kecantikan dan ketampanan fisik secara mutlak, oleh karena realitanya memang demikian. Penempatan kualifikasi berpenampilan menarik memberikan konsekuensi yuridis, yaitu bahwa hal tersebut merupakan diskriminasi sebagaimana dimaksud dalam UU HAM dan Permenaker Nomor 39 Tahun 2019, sehingga banyak pelamar yang kehilangan haknya untuk bekerja. Akibatnya, angka pengangguran masih tergolong tinggi hingga sekarang. Penetapan aturan yang membatasi syarat-syarat atau kualifikasi kerja adalah suatu langkah yang tepat. Aturan-aturan yang ditetapkan dihasilkan dari hasil kesepakatan antara pengusaha dengan pihak serikat buruh yang disetujui oleh Depnaker. Nantinya, sebelum, selama dan setelah proses recruitment berlangsung, Depnaker berperan sebagai pemberi izin, pengawas, dan eksekutor untuk memberi sanksi kepada perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran atau kecurangan berdasarkan aduan dari pelamar yang merasa dicurangi. Langkah ini dapat mewujudkan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan.