Urgensi Perluasan Kewenangan Ombudsman Dalam Pemberian Sanksi Terhadap Pelaku Maladministrasi Perizinan Daerah
Abstract
Sebagai salah satu hak warga negara, pelayanan publik haruslah dilaksanakan dengan optimal dan penuh tanggung jawab. Terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik merupakan cita-cita setiap negara berdaulat. Dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik, pemangku kebijakan yakni pejabat publik haruslah memgang teguh prinsip umum pemerintahan yang baik dan bebas dari Korupsi, Kolusi , Nepotisme, serta maladministrasi. Namun kenyataan berbanding terbalik dengan cita yang diharapkan. saat ini banyak sekali tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh pejabat publik di berbagai sektor. salah satu sektor yang rentan dijadikan lahan maladministrasi adalah pada sektor perizinan. Maraknya tindakan maladministrasi dikarenakan kurangnya kesadaran dan integritas para pemangku kebijakan. Oleh karenanya, dibutuhkan pengawasan baik internal maupun eksternal sebagai pendukungnya. Ombudsman yang merupakan lembaga pengawas eksternal pejabat publik, telah dibatasi kewenangannya hanya sebagai pemberi rekomendasi terhadap tindakan maladministrasi. Dibatasinya kewenangan ombudsman dalam memberikan tindakan langsung, mengakibatkan semakin maraknya tindakan maladministrasi khususnya dalam penerbitan suatu perizinan. Oleh karenanya, penulis hendak meninjau urgensi memperluas kewenangan ombudsman dalam menangani tindakan maladministrasi di bidang perizinan. Serta, bagaimanakah formulasi pembaharuan hukum dalam memperluas kewenangan ombudsman. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif/doktrinal. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan yang mengatur tentang pelayanan ublik dan ombudsman. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan kasus maladministrasi perizinan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sektor perizinan sangat rentan dijadikan lahan basah pelaku maladministrasi. hal ini selaras dengan data triwulan II dan III 2020 sebanyak 32 dan 154 laporan. sedangkan pada triwulan I dan II 2021 sebanyak 50 dan 21 laporan. Selain itu ombudsman sebagai lembaga pengawas yang berwenang menyisir tindakan maladministrasi, nyatanya dalam pemberian rekomendasi banyak tidak diindahkan oleh atasan terlapor. Ombudsman juga tidak memiliki kewenangan memutus dan menindak secara langsung pelaku maladministrasi. Oleh karenanya, sangat dipandang perlu untuk memperluas kewenangan ombudsman sebagai stabilisator pelayanan publik dengan mekanisme pembaharuan hukum.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.